Hai sobat bokepdo, udah lama nih gak update lagi cerita bokep atau pun cerita dewasa terbaru, untuk itu kali ini gw akan meng-update tentang cerita mesum, ok langsung di simak aja ceritanya.
THANK'S TO BOKEPDO.CLUB

Ada cewek, anak gadis, mondok di tetanggaku. Dia adalah saudara
sepupu tetanggaku itu. Namanya Karminah, atau panggilannya Minah. Setiap
pagi dan sore dia nampak nyapu di halaman rumahnya yang kebetulan tepat
di depan rumahku.
Aku sangat ‘kesengsem’ dengan penampilannya yang bagi mata
keranjangku sangat luwes, sensual dan seksi. Mungkin usianya sekitar 20
tahunan. Aku sangat senang memperhatikan saat dia menyapu dan menyiram
tanaman hiasnya. Gerakannya menunduk, membungkuk, mendorong sapu,
mengumpulkan sampah ke pengki, nungging untuk mengambil dedaunan yang
tak kena sapu, merapikan dan menyiram tanaman dan seterusnya.
Saat dia membungkuk aku selalu membayangkan bokongnya yang sangat
menggetarkan hatiku itu. Aku pengin banget menciuminya. Pasti bokong
macam itu nikmat banget untuk membenamkan mukaku de dalamnya. Aku akan
ciumi lubang pantatnya. Dan aku akan hirup dan jilati aroma dan
lengketan semen yang keluar darinya. Mungkin aku juga akan cocol atau
colekkan kue atau makanan kecil lainnya pada semennya sebagai saus yang
sedap dari lubang pantatnya itu sebelum kusantap.
Aku juga perhatikan punggungnya yang sedikit bongkok udang.
Punggungnya itu menyimpan kenikmatan untuk bibir dan lidahku. Aku bisa
menjilati atau mengecupi dengan sepenuh birahiku. Lidah dan bibirku itu
akan melata dan merambah pori-pori kulit punggungmya dan merembet
kesamping kanan atau kirinya kemudian sedikit kebawah menuju ketiaknya
yang sungguh membuat aku blingsatan saat dia mengangkat sapu dan
pengkinya untuk membuang sampah ke dalam tong.
Oh, Minah.., kenapa kamu mempesonaku? Akankah kau biarkan aku menikmati dari kejauhan saja? Dan rasanya jawabannya adalah, ya!
Aku tinggal di lingkungan yang cukup ber-etika, moral dan budaya. Tak
mudah aku berlaku sembarangan, apalagi untuk hal-hal yang berbau
seronok atau mesum. Hal macam itu sangat terasa tabu dan amoral.
Kalau sampai terjadi pasti aku akan terbuang dari lingkungan
se-umur-umurku. Baik dari lingkungan tetangga se-RT bahkan bisa se-RW,
juga di dalam lingkungan rumahku sendiri yang isinya komplet, ada istri,
ada anak, ada ipar yang masih kuliah disamping ada yang paling sering
mengesalkan, mertua perempuanku.
Oleh karenanya, aku putuskan sendiri, jauhilah tingkah laku mesumku.
Kalau toh terpaksa, ambil saja sarung, duduk melipat kaki di beranda
dengan berkerudung dari bahu hingga mata kakimu. Ingat berkerudung macam
itu kan biasa bagi orang desa asalmu. Dan orang-orang di sekitarmu
semua tahu asal-usulmu.
Kemudian tangan kanan pegang koran atau majalah sambil tangan kirimu
mengelus-elus, memijat-pijat atau mengocok-ocok penismu sendiri. Jangan
lupa pakai kacamata rabunmu agar kamu bisa menikmati Minah lebih tajam
di pagi atau sore hari saat dia menyapu halaman rumahnya.
Kembangkan daya khayalmu, tetapi waspadalah jangan sampai ada orang,
mungkin mertua perempuanmu yang mengesalkan itu, yang juga diam-diam
memperhatilan tingkahmu itu, karena keheranan kenapa Mas Karyo koq
selalu kerudung sarung setiap pagi dan sore. Ha, ha, ha..
Begitulah yang bisa kulakukan untuk memuaskan syahwatku. Mungkin
telah berhari-hari atau berminggu-minggu berlalu. Aku menjadi semakin
kreatif karena hampir setiap hari aku mengembangkan daya khayal dan
semakin banyak ilmu karena koran atau bacaan apa saja tak pernah
kulewatkan setiap pagi dan sore.
Tidak jarang berita, iklan atau rubrik yang sama kubaca hingga 4 atau
5 kali. Tetapi lama kelamaan aku merasa statis, Begitu-begitu saja
setiap hari. Tak ada lagi kejutan atau sensasi yang bisa mendongkrak
syahwatku untuk meraih kwalitas kenikmatan birahi yang lebih tinggi
lagi.
Aku ingat pada saat aku menemukan ide kerudung sarung dulu, aku bisa
meraih orgasmeku hingga penisku mau menumpahkan spermanya bergalon-galon
rasanya. Waktu itu sarungku selalu basah dan lengket sesudahnya. Dan
oleh karenanya aku harus sering menjatuhkan sarungku ke lantai basah
saat mandi untuk bisa beralasan mengucek-ucek dengan detergen saat
menghilangkan cairan kentalku itu.
Tetapi kan tidak mungkin setiap kali sarungku jatuh. Apa kata
mertuaku nanti. Aku perlu melakukan inovasi untuk menghadirkan kembali
sensasi seksual dalam hal ber-onani sambil mengkhayal menggeluti Minah
dengan segala perabot tubuhnya yang demikian sensual dan membuat aku
semakin mabok setengah hidup itu.
Ternyata setiap bentuk inovasi itu selalu ada kandungan
penyimpangannya. Ya, inovasi berarti menyimpang. Menyimpang dari
rutinitas, menyimpang dari kebiasaan, menyimpang dari adat, etika dan
moral dan harus juga berani nyerempet-rempet bahaya. Artinya yang
tadinya mutlak tabu, dengan inovasi itu aku bisa tawar menawar dengan
tabu itu.
Kalau tadinya sama sekali jangan, sekarang sedikit boleh. Tentu saja
dengan catatan-catatan agar yang tadinya tak legal menjadi legal.
Pokoknya disiasatilah. Dan akhirnya sesudah aku mengerahkan segala
dayaku datanglah disain inovasi itu. Ini benar-benar akan menjadi
terobosan tingkah lakuku dalam mengejar syahwat. Aku akan tetap berkaca
mata rabun dengan tangan kanan membawa koran, tetap duduk di beranda
sambil melipat kaki dengan sarung yang dikerudungkan hingga ke bahu. Dan
tangan kiriku tetap mengelusi, memijat-pijat dan mengocoki penisku.
Inovasiku yang sekarang terletak pada sarungku itu.
Aku akan menciptakan lorong sarung, begitulah sebutannya yang paling
tepat. Lorong sarung itu akan tercipta apabila aku sedikit melonggarkan
ikatan sarungku yang semula menutup mata kaki kini kuangkat naik hingga
dekat ke lututku. Atau kalau kurang berhasil aku akan melonggarkan
selonggar-longgarnya ikatan sarung lebih tinggi lagi, hingga
selangkanganku akan luas terbuka.
Aku ingin dari tempat biasa menyapu si Minah bisa memandang lorong
sarungku hingga melihat penisku. Aku akan terus bergaya membaca koran,
seakan-akan aku tidak melihat bahwa dia sedang menyapu sambil setiap
kali mengamati kemaluanku dalam lorong sarung itu.
Aku akan dengan mudah mengintip tingkahnya dari celah lembaran
koranku. Aku akan menikmati bagaimana serba salahnya si Minah yang
birahi menyala menjadi gelisah saat menyaksikan penisku ini.
Tentu saja secara hati-hati setiap kali aku akan, entah
memperdengarkan tarikan kursiku, atau bersiul pelan atau apalah nanti
untuk menarik perhatian agar Minah mau menengok ke tempat aku duduk ini.
Sore itu, sekitar jam 4, seperti biasa Minah keluar dari rumahnya
lengkap dengan slang air, sapu lidi dan pengkinya. Hari ini rupanya dia
juga menyirami tanaman, kulihat dia mulai dengan mengatur-atur tanaman
hiasnya, membersihkan dedaunan yang tua sebelum menyemprotkan air yang
dia ambil melalui slang dari kran air yang terpasang di depan rumahnya.
Aku langsung pasang aksi. Membetulkan dudukku, berkerudung dari bahu
hingga ke lututku, kemudian kuambil koran dari meja. Aku bergaya
membaca, sementara mataku mencari di mana si Minah. Ah, itu dia. Si
Minah masih asyik merapikan tanaman hiasnya. Woo, dia akan melihat
penisku dari balik dedaunan tanamannya. Aku menarik meja hingga
mengeluarkan suara derit kakinya yang beradu dengan lantai. Haah, aku
berhasil.
Minah mengarahkan matanya ke aku. Pasti dia melihatku walaupun tadi
kulihat baru sepintas. Dan benar, setelah beberapa saat kutunggu Minah
bergeser ke dedaunan yang lebih rimbun dengan wajahnya yang menghadap ke
arahku. Aku terus pura-pura membaca dan tanganku mulai mengelus-elus
jagoku yang berada di lorong sarungku ini.
Ah, benar, dia menyaksikan semua ulahku. penisku kontan ngaceng
banget. Inilah inovasi yang bisa memberikan sensasi syahwat padaku. Kini
aku gemetar merinding. Aku merasakan betapa nikmatnya memperlihatkan
ulah jorokku pada si Minah ini. Aku yakin pada saat yang sama jantung
Minah berdegup kencang, dan naluri birahinya terusik.
Dari balik dedaunan mungkin sekali dia kegatalan lantas merabai
puting susunya. Kalau si Minah begitu lama berada di balik dedaunan itu
aku semakin yakin bahwa dia benar-benar sedang terperangkap keasyikan
syahwatnya. Kulihat dia bergeser ke kanan atau kekiri untuk menampakkan
bahwa dia sedang bekerja. Tetapi sama sekali dia tak melepaskan arah
pandangannya ke aku.
Duh nikmatnya elusan tanganku. Jari-jariku semakin memilin atau
meijit-pijit batang maupun kepala penisku. Aku setengah merem melek
keenakkan. Darah birahiku mulai loncat ke-ubun-ubun. Khayalanku terbang
ke awang-awang kemudian turun di halaman depan rumah untuk menyambangi
Minah yang sedang menyapu. Dia diam saja saat dengan khayalku
memperosotkan celana dalamnya dan aku menciumi pantatnya.
Dia membungkuk untuk memberikan kesempatan padaku meraih jilatan pada
lubang pantatnya. Kocokkan tanganku semakin cepat. Aku juga menjilati
selangkangan dan vagina Minah. Kurasai aroma pesing kencingnya dari
bibir-bibir vaginanya.
Kutusukkan lidahku untuk menari-nari di lubang vaginanya. Kuelus dan
kupijit panjang penisku. Spemaku akan muncrat nih.. Aku melototkan
mataku ke arah Minah untuk menghayati sedalam-dalamnya khayalanku. Ahh..
Nikmat banget. Dan..
Minaahh.. Minaahh.. Minaahh.. Karminahh.. Ahh.., akhirnya crot.. crot.. crot..
Kali ini tidak membasahi sarungku. Spermaku langsung loncat tak tertahan membasahi bumi pertiwi.
Jatuh melengkung ke tanah sesudah melewati kakiku, teras kecil dan pot kecil di rumahku. Aku menarik nafas panjang. Ploonng.. Legaa.. Aku melihat Minah salah tingkah. Sejak tadi dia belum beranjak dari rimbunan dedaunan tanaman hiasnya. Biar dia tak gelisah, aku berdiri meninggalkan bangkuku. Aku masuk ke rumah.
Jatuh melengkung ke tanah sesudah melewati kakiku, teras kecil dan pot kecil di rumahku. Aku menarik nafas panjang. Ploonng.. Legaa.. Aku melihat Minah salah tingkah. Sejak tadi dia belum beranjak dari rimbunan dedaunan tanaman hiasnya. Biar dia tak gelisah, aku berdiri meninggalkan bangkuku. Aku masuk ke rumah.
Aku mengambil kopi panasku yang telah disediakan istriku. Dengan kue
dan kopi di tangan aku kembali ke beranda. Kini acaranya tidak lagi
memasang kerudung sarung. Hanya ngopi sambil baca dan sesekali
menyaksikan si Minah yang pasti sedang penasaran.
Aku akan buat dia tetap penasaran hingga besok sore saat dia kembali
nyapu dan menyiram tanaman. Aku perhatikan kini dia menyapu tanpa
konsentrasi, sebentar-sebentar menengok atau melirik ke arah aku duduk.
Hi.. Hi..
Benar, khan. Kali ini aku ngintip dari jendela. Ah, kasihan si Minah.
Kulihat dia mondar mandir sebelum waktunya untuk nyapu, sepertinya dia
men-cek tempat aku biasa duduk. Kali ini ‘bargenning position’ ada di
tanganku. Aku akan keluar agak lambat dari waktu biasanya.
Aku akan keluar nanti saat dia menyapu hampir selesai. Sementara biar
aku ngintip dulu dari jendelaku. Betapa Minah ini memang sangat
sensual. Dalam pakaian macam apapun. Juga dalam setiap geraknya, entah
jongkok, berdiri, saat menyapu, saat membetulkan ikatan rambutnya
sehingga ketiaknya nampak terbuka, entah sedang membungku untuk
mengambil sapu.
Uhh, sungguh mempesona. Aku tak tahan lagi. penisku kembali tegang
mengeras. Ah, sebaiknya aku mulai duduk saja ke beranda. Dengan sarungku
aku naik ke bangku beranda rumahku. Kuangkat melipat kakiku ke bangku
dengan tepian sarungku berhenti pada lutut sehingga terbitlah lorong
sarungku.
Pahaku nampak terbuka dan mata Minah pasti akan langsung menatap
penis di tangan-tanganku yang sibuk mengelusi atau memijat-mijat dan
kemudian akan mengocok-ocoknya saat nafsu birahiku semakin meninggi dan
memuncak.
Duh, Karminah.., kenapa kamu yang secantik ini hanya menyapu halaman
rumahmu? Bukankan lebih baik kalau kamu duduk di pangkuanku? Bukankah
aku bisa memberikan kesenangan padamu dengan membelai payu daramu yang
indah itu? Dengan menciumi bokongmu yang sangat sensual itu? Dengan
menjilati ketiakmu yang.. Pasti sangat harum itu?
Ah, Minaahh.., Karminaahh.. Sini kamu. Biar kulepasi celana dalammu.
Biar kukecup dan jilati pahamu. Biar kuciumi kemaluanm. Vagina indahmu.
Biar kuceboki dengan lidahku saat engkau usai melepas air kencingmu.
Sini, Minah.. Mas-mu ini sangat rindu kamu..
Mataku melototi Minah yang menjadi salah tingkah. Kadang jongkok,
kadang berdiri, kadang bergeser ke rerimbuanan dedaunan tanaman hiasnya.
Daann.., ah, itu kan Bu Ani isteri Pak Durma tetangga sebelah kanan
rumah Minah. Dia juga menyapu halaman rumahnya. Ternyata Bu Ani juga
sangat cantik ketika sedang menyapu.
Dan lhoo.., ituu.. Dik Karsih, adik ipar Pak Ferdi, tetangga sebelah
kiri rumah Minah. Dia juga menyapu halamannya. Duhh.. Bodinya montok
banget. Uhh.. penisku menjadi sangat gatal. Aku sebaiknya memijat-pijat
lebih keras dan mengocok lebih cepat.. Kini aku mulai menciumi Ani yang
isteri Pak Durma. Aku ingat betapa ketiaknya penuh bulu. Ketiak wanita
seusia Bu Ani yang 28 tahun itu pasti sangat harum baunya.
Dan ketika kocokkan penisku semakin cepat ciuman dan jilatanku
berpindah ke Dik Karsih yang sangat montok itu. Kujelajahi susu dan
pentil-pentilnya. Aku merambah perutnya dan cepat turun ke vaginanya.
Duh.. ‘gembul’-nya rambut kemaluan Dik Karsih. Aku cepat benamkan
wajahku ke rimba indah itu. Kuhirup udara penuh aroma syahwat di
dalamnya.
Lho, lho, lhoo.. Kenapa para perempuan kanan kiri rumah Minah kini
pada keluar menyapu bersama? Itu ada Bu Denis, ada jeng Tatik, Bu Harsa,
bu.. Dik.. Jeng.. Mbakyuu.. Siapa lagi ituu.. Dan kocokkanku kini
mendekati puncaknya. Spermaku rasanya telah merambati batang penisku dan
aahh.. ampuunn.. Aku tak mampu menahannya lagi..
Spermaku kembali muncrat meloncat tak tertahan membasahi bumi
pertiwi. Seperti kemarin, jatuh melengkung ke tanah sesudah melewati
kakiku, teras kecil dan pot kecil di rumahku. Kali ini cairan kental
bening keputihan yang keluar penisku ini rasanya tak habis-habisnya.
Berkali-kali semprotan penisku meloncati kakiku hingga aku jatuh
terseok ke bangkuku. Dan dari balik mataku yang masih setengah merem
melek menanggung kenihkmatan birahiku kulihat sama-samar Minah, jeng
Tatik, Bu Harsa, Dik Karsih, Bu Denis, Bu Ani. Mereka pada berhenti
menyapu halaman rumahnya. Mereka menahan air liurnya sambil menapatap ke
arah sarungku. Duhh.. Aku jadi tersadar.
Rupanya mereka ramai-ramai menonton ulahku. Mereka telah
ber-konspirasi untuk menonton tingkah mesum-ku. Dan samar-samar kudengar
mereka tertawa cekikikan saat dengan rasa malu yang amat sangat aku
berlari kecil masuk ke rumah.
Sejak itu aku sering dengar, saat ibu-ibu pada nge-gosip dan kebetulan aku lewat di depannya, ada saja bisik-bisik,
“Ssstt.. Itu Mas ‘Karyo sarung’ lewat..”.
Kemudian terdengar ketawa mereka yang cekikikan. Aku jadi obyek
kelakar mereka. Aku benar-benar telah kehilangan ‘pamor’ di wilayah RT
dan RW-ku.
TAMAT